Siak-Provinsi Riau // mediatargetkasus.com
Adanya dugaan pola main terkait tidak ada sama sekali hasil visum korban dari Puskesmas Dayun kabupaten Siak yang Visum tanggal 7 maret 2024 atas terjadinya dugaan tindak pidana penganiayaan/ pengeroyokan dimaksud pada pasal 170 KUHAPidana atau 351 KAUHPidana dengan No.STPL/17/III/2024/SPKT/POLRES SIAK/POLDA RIAU yang terjadi di Afdeling (1) Pt.Tkwl, buatan besar kabupaten siak, Riau.
Salah seorang wartawan bernama Farius Gulo selaku korban penganiayaan yang dilakukan oleh diduga pelaku yaitu Ohezatulo dan Tumeatulo. kemudian korban membuat laporan di Polres Siak pada jumat 8/3/2024, seakan dibiar-biarkan oleh Polres Siak dan setelah 16 hari kemudian bertambah korban penganiayaan oleh dari tangan terlapor dan seorang korban itu melapor lagi di Polres yang sama, sedangkan Laporan Korban pada Pertama belum ditahan oleh Polres Siak dari 8 Maret S/d 4 April 2024.
Setelah 22 hari laporan Farius, tepat pada sabtu 30 Maret 2024 sekira pukul 02.00 wib, Farius ke Polres Siak bersama dua orang teman seprofesinya, dan dua orang saksi melihat kejadian : Hasanema Waruwu dan Pinus Tinus Zai. Penyidik menjelaskan sambil ditunjukkan bahwa Visum Farius dari Puskesmas Dayun sama sekali tidak ada hasilnya”, Jelas Penyidik Bripda Rivan Novriando.
Melalui kejelasan Penyidik tersebut menimbulkan dugaan terhadap korban dan para saksi-saksinya justru banyak melihat pada kejadian bahkan lebih seminggu dibawa sakit oleh korban akibat kekerasan itu sambil berobat berturut-turut ke klinik dan dibantu oleh tukang urut, kelihatan beberapa bekas pemukulan itu bagian leher belakang dan punggung, memar biru sambil disimpan photo dan videonya bagai dokumentasi.
Dari Kejelasan penyidik dan Besok itu minggu 31 maret 2024 maka Farius dan Timnya media online ke Puskesmas Dayun untuk menkonfirmasi, setibanya mereka Izin ke pihak Puskesmas untuk konfirmasi hal Visumnya Farius dan melalui wawancarai itu dilarang merekam oleh beberapa pihak Puskesmas karena ada undang-undang melarang untuk merekam katanya walaupun hanya buat dokumentasi dan nelpon Polisi sampai ketakutan korban atau wartawan.
Iya, Korban bersama Tim media karena takut ,langsung menelpon Athia selaku Kaperwil Media, bagaimana kami ini Pak, Pihak Puskesmas Dayun sudah menelpon Polisi dari Polres Siak padahal baik-baik kami datang ke Puskesmas ini, Sopan dan sambil izin pun kami untuk konfirmasi dan tetap mereka larang kami untuk merekam melalui wawancara, padahal untuk dokumentasi kami. Karena itu saja maka mereka menelpon Polisi. Jelas korban dan Tim wartawan dengan rasa ketakutan.
Tak Pakai lama langsung datang dua orang Polisi dari Polres Siak, jadinya senada lah Polisi dengan pihak Puskesmas untuk melarang korban ataupun wartawan untuk merekam walaupun untuk buat dokumentasi hingga berakhir disitu tanpa membuahkan hasil terkait konfirmasi Visum tersebut jangankan lanjut wawancara.
Korban pun dan Tim Wartawan Pulang sambil dikatakan oleh Polisi itu, dikonfirmasi saja lagi ke Polres ya dan besok itu Senin 1 April 2024 datang kembali ke Polres dan Penyidik mengatakan sebelum tiba Hari Raya, kami pastikan menindaklanjuti laporan Farius gulo.
Terhadap ke dua oknum Polisi dan Pihak Puskesmas Dayun yang diduga melarang korban atau sejumlah Tim wartawan itu menjadi 5 orang ikut korban., sebagaimana tertera dari atas, diharapkan agar memberi klarifikasi terkait hal ini sebelum kami membuat laporan ke Polisi ataupun ke Dewan Pers, Tegas Yopi selaku Pimpinan Media dan Advokat dari Medianya.
Harusnya setiap orang berhak memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadinya dan lingkungan sosialnya, sambungnya Yopi.red
Kebebasan pers di Indonesia dijamin oleh UU pers No.40 tahun 1999, semestinya pihak Puskesmas Dayun dan oknum Polisi itu., Memahami bahwa kemerdekaan pers itu bagian dari demokrasi yang harus ditegakkan. jika kemerdekaan pers dikekang sama saja membunuh demokrasi.
Sebagaimana di atur dalam pasal 33 UU No.14 tahun 2008 tentang keterbukaan Informasi publik (KIP), oleh karena itu jika tidak ada yang ditutup-tutupi Mengapa melarang wartawan merekam untuk dokumentasi.
Jelas-jelas pada UU No.40 tahun 1999 tentang pers, pasal 18 ayat (1) tertulis”Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak 500 juta rupiah.
Sedangkan pasal 4 berbunyi “kemerdekaan pers dijamin sebagai Hak Asasi Warga Negara. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelanggaran penyiaran, untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Reporter : Athia TIM/WARTAWAN