Jakarta // mediatargetkasus.com
Dugaan kasus korupsi yang melibatkan Harvey Moeis mau tak mau ikut menyeret nama sang istri, Sandra Dewi. Meski demikian, baru-baru ini terungkap bahwa Harvey dan Sandra memiliki perjanjian pisah harta. Apa artinya?
Fakta soal adanya perjanjian pisah harta ini pertama kali diungkap oleh Harris Arthur Hedar, pengacara Harvey Moeis. Perjanjian pisah harta itu, menurut Harris, dibuat sejak Harvey Moeis dan Sandra Dewi menikah pada 2016.
![](https://mediatargetkasus.com/wp-content/uploads/2024/04/IMG_20240425_195340-700x350.jpg)
“Jadi pada saat mereka menikah itu pada 2016 itu mereka buat ke notaris, tentang pisah harta,” ujarnya, seperti dikutip dari Detik.
“Karena kita sama-sama mengetahui, Pak HM ini pengusaha, Ibu Sandra ini artis yang sudah dikenal dan lama berkecimpung di dunia keartisan dan bisnis sendiri. Jadi mereka memang ada melakukan itu (perjanjian pisah harta) hal yang wajar dalam satu ikatan. Itu memang ada, saya pastikan ada,” kata pengacara Harvey Moeis itu.
Lalu, mengapa mobil Sandra Dewi ikut disita jaksa agung meski dia dan Harvey memiliki perjanjian pisah harta?
Harris menjelaskan, aset yang disita Kejagung adalah harta Sandra yang diberikan oleh sang suami.
“Itu memang milik yang dibelikan oleh HM. Bukan yang didapatkan oleh Ibu Sandra,” tegas Harris Arthur Hedar.
Sebagai informasi, aset-aset Harvey Moeis yang sudah disita Kejagung adalah empat mobil milik Harvey Moeis, yaitu Toyota Vellfire, Lexus, MINI Cooper, dan Rolls Royce. MINI Cooper dan Rolls Royce merupakan hadiah ulang tahun dari Harvey Moeis untuk Sandra Dewi.
“Ada,” kata Harris soal perjanjian pisah harta antara Harvey dan Sandra Dewi, seperti diberitakan detikHot pada Kamis (25/4).
Harvey Moeis diduga menjadi perpanjangan tangan dari PT RBT. Harvey tercatat pernah menghubungi Direktur Utama PT Timah yakni MRPT pada 2018 dan 2019.
Harvey secara terang-terangan meminta pihak smelter menyisihkan sebagian keuntungannya. Keuntungan itu juga harus diserahkan kepada Harvey dengan dalih pembayaran CSR.
Kerugian negara yang konon disebabkan atas korupsi tersebut menyebabkan kerugian besar untuk negara. Kejagung mencatat, total kerugian mencapai Rp271 triliun. Angka itu merupakan hasil perhitungan ahli lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo.(CNN Indonesia )