mediatargetkasus.com
Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Muhammad Arif mengungkapkan ketakutannya menyusul masuknya Starlink ke Indonesia.
Bukan tak beralasan.
Layanan internet dengan basis satelit yang dimiliki oleh Elon Musk itu dikabarkan bisa langsung terhubung ke HP. Akibatnya, kata dia, bakal membabat habis semua ekosistem telekomunikasi.
Starlink diketahui meluncurkan layanan terhubung langsung ke ponsel. Pengguna dapat menggunakan layanan bernama Direct-to-Cell untuk berkirim SMS, telepon, hingga berinternetan.
Menurutnya, teknologi tersebut mungkin saja diimplementasikan. Tinggal frekuensi untuk bisa menjalankannya. Meski, belum ada alokasi frekuensi untuk Direct-to-Cell.
Menurut Arif, hal itu ke pemerintah, apakah akan memberikan frekuensi untuk layanan tersebut atau tidak.
“Balik lagi ke pemerintah mau membiarkan masuk ke kita atau enggak,” ungkapnya.
Sebelumnya Elon Musk, pemilik Starlink, juga mengungkapkan soal kemampuan Direct-to-Cell. Layanan itu akan menyediakan konektivitas di seluruh Bumi dengan dukungan bandwidth 7 mb per beam atau pancaran sinyal.
Namun dia memastikan layanan itu tak akan bersaing dengan layanan para operator terestrial yang telah tersedia sebelumnya.
“Jadi walaupun ini adalah solusi luar biasa untuk lokasi tanpa konektivitas seluler, [Direct-to-Cell] tidak akan mampu bersaing dengan jaringan seluler terestrial yang sudah ada,” kata Musk.
Dapat Proyek Pemerintah
Tak hanya teknologi Direct-to-Cell. APJII juga mempertanyakan keistimewaan Starlink yang langsung dapat proyek pengadaan layanan internet untuk daerah terpencil.
Sebab, proyek penyediaan internet di wilayah 3T tersebut didanai oleh dana universal service obligation (USO) yang berasal dari kontribusi perusahaan lokal. Karena itu lah pengusaha internet lokal kebingungan ketika proyek penyediaan jaringan internet di wilayah 3T justru diberikan kepada Starlink yang baru beroperasi.
Menurut Arif, semua perusahaan penyedia jaringan internet menyisihkan 1,25 persen dari pendapatan kotor mereka untuk USO. Nilai kontribusi tersebut mencapai Rp3 triliun per tahun.
“Starlink baru bulan April-Mei datang, langsung dikasih proyek. Enggak make sense itu kan?” tukasnya.
Arif menegaskan, perusahaan lokal mendukung penuh program USO pemerintah, termasuk kewajiban kontribusi 1,25 persen.
Namun, dia menyarankan agar proyek 3T diserahkan kepada perusahaan lokal yang sudah lama beroperasi di Indonesia dan berkontribusi terhadap USO.
“Cuma di kita sudah menyumbang daerah 3T. Malah langsung, yang baru satu bulan langsung dikasih, ya kita kan kecewa juga,” pungkasnya
Sumber(dce/dce,CNBC)