Kementerian Pertanian Ajak Seluruh Petani Buat Rumah Burung Hantu

oleh -162 Dilihat
0 0
Read Time:4 Minute, 39 Second

Subang-Jawa Barat // mediatargetkasus.com

Kementerian Pertanian menggelar acara Gerakan Massal Pemasangan Rumah Burung Hantu se-Indonesia di Desa Neglasari, Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Sabtu (13/7/2024).

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Suwandi, Dinas Pertanian Kabupaten Subang, Nenden Setiawati, dan beberapa unsur Forkopimda Subang, Jawa Barat, secara bersamaan membunyikan kentongan bambu sebagai simbolis dalam peluncuran Gerakan Massal Pemasangan Rumah Burung Hantu se-Indonesia pada Sabtu (13/7/2024).

Pada kesempatan ini, Suwandi juga meninjau pemasangan rumah burung hantu (Rubuha) di pematang sawah dengan tiang bambu 6 meter dan sangkar berukuran 40 cm x 60 cm dari kayu papan yang atapnya dilapisi karpet untuk menghindari rembesan dari air hujan.

Menurutnya, estimasi biaya pembuatan satu Rubuha berkisar antara Rp 50 ribu hingga Rp 200 ribu, dan dalam Rubuha dibuatkan wadah sebagai tempat burung hantu bertelur.

“Setiap Rubuha dibuat satu pintu untuk akses keluar masuk burung hantu. Dalam waktu satu atau empat bulan, burung hantu lainnya akan ikut bersarang di Rubuha. Jika area persawahan tempat tikus dan menjadi perlintasan burung hantu, tikus-tikus akan diburu oleh burung hantu,” terangnya.

Suwandi selanjutnya menceritakan manfaat memelihara burung hantu Tyto Alba. Jika di area persawahan banyak tikus, burung hantu akan menghuni Rubuha lebih lama. Radius jelajah burung hantu antara 15 km, 20 km, sampai 25 km. Tikus pun mempunyai radius jelajah, hanya beda 10 km dari burung hantu.

Keuntungannya, burung hantu bisa memakan 3 ekor tikus dan membunuh antara 10 hingga 20 ekor tikus setiap malam. Karena itu, jumlah Rubuha disesuaikan rasio luas baku lahan sawah. Untuk tahap awal, minimal satu Poktan membangun satu Rubuha, selanjutnya petani secara swadaya menambah Rubuha.

Suwandi mengatakan burung hantu bisa diternak dalam sangkar di rumah. Bagi mereka yang menginginkan burung hantu, bisa meminta dari peternak, namun hanya mengganti biaya makan burung hantu tersebut selama diternakkan. Cara lainnya, anak burung hantu ditempatkan di sangkar. Biasanya malam hari induknya akan datang membawakan makanan untuk anak burung hantu tersebut.

“Cara lain, membuat Rubuha yang ada anak burung hantu dipindah ke Rubuha lain, induknya akan mengikuti Rubuha tersebut,” imbuhnya.

Suwandi menyampaikan dalam acara Gerakan Massal Pemasangan Rumah Burung Hantu se-Indonesia, akan dipasang 3.200 Rubuha di lahan-lahan pertanian di Indonesia. Jadi, satu petugas OPT memasang Rubuha di satu titik area persawahan. Selanjutnya, Poktan bersama petani menambahkan jumlah Rubuha yang disesuaikan dengan luas baku lahan sawah.

“Setelah dipasang, burung hantu akan datang sendiri ke Rubuha. Nanti bisa dicek burung hantu itu datang ke Rubuha dalam waktu seminggu, sebulan, ada juga empat bulan. Cara mengetahui Rubuha itu sudah didatangi burung hantu, bisa dilihat di tanah tempat tiang Rubuha ada tanda bekas kotoran burung hantu berwarna putih dan ada tanda bekas tulang-tulang dan bulu tikus sisa yang dimakan burung hantu,” tuturnya.

Mitos Burung Hantu dan Pengendalian OPT

Namun demikian, Suwandi meminta petani untuk berhati-hati memegang burung hantu. Hewan ini mempunyai naluri membunuh tikus dengan kekuatan cakar kakinya. Kelebihan burung hantu lehernya bisa berputar 270 derajat, sehingga bisa memantau keberadaan tikus-tikus di area persawahan.

“Burung hantu aktifnya di malam hari, sehingga muncul mitos bahwa dia hewan menyeramkan. Burung hantu Tyto Alba sahabat petani, karena dia membunuh tikus di sawah, menjaga ekosistem alam dan rantai makanan,” pungkasnya.

Suwandi juga mengklarifikasi mitos bahwa burung hantu bisa memakan walet. Karena itu, imbaunya, pintu sarang burung walet jangan dibuat terlalu lebar, karena pada malam hari bisa saja didatangi burung hantu. Sehingga burung walet menjadi stres atas kehadiran burung hantu di sarangnya.

Suwandi menambahkan, untuk pengendalian tikus yang ramah lingkungan dan hemat biaya bisa dilakukan dengan TBS atau sistem bubu perangkap, yakni teknik pengendalian hama tikus yang mampu menangkap banyak tikus sawah terus menerus selama 1 musim tanam. Metode TBS ini membutuhkan plastik dengan lebar 60-70 cm yang dipasang mengelilingi lahan.

Dirjen Tanaman Pangan menekankan pentingnya pengendalian hama tikus, karena dapat berdampak mengurangi produksi padi hingga 50 persen. Misalnya, dari produksi 6 ton menjadi 3 ton per hektar. Hal ini tentu saja dapat mengurangi pendapatan hasil usaha para petani.

Dalam kesempatan acara ini, Suwandi juga memaparkan beberapa teknik lain untuk pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dari serangan hama tikus. Ia mengutarakan, berdasarkan peninjauannya saat melakukan pengendalian hama tikus di hamparan padi fase vegetatif di area persawahan di Desa Neglasari, Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang, Sabtu pagi ini ditemukan 1.200 lubang tikus.

Suwandi melihat di kawasan ini banyak lubang tikus di area persawahan. Karena itu, dia menekankan bahwa petugas OPT harus dilengkapi peralatan penghalau kelelawar dan penangkap tikus.

Ia juga menekankan bahwa petugas OPT harus dilengkapi dengan alat untuk hama tikus menggunakan agens nabati hayati, misalnya Beauveria bassiana, Paenibacillus, atau menggunakan ramuan dari buah mojo, ramuan Mbah Yoso, dan lainnya.

“Konsepnya Triangle Diamond dan LEISA, yakni pertanian berkelanjutan dan revolusi hijau lestari. Berkelanjutan prinsipnya adalah bertani ramah lingkungan, berbiaya murah, atau low cost,” jelas Suwandi.

Kemudian, untuk menjaga produktivitas padi, Suwandi mengutarakan bahwa pertanian harus dilakukan dengan menerapkan mekanisasi dan teknologi ramah lingkungan, sehingga menjadi fungsi ekologi, menjaga kesinambungan ekosistem sawah, air, dan lainnya. Karena itu, ia menegaskan untuk tidak meracuni tanah, air, dan lingkungan dengan bahan kimia sintetis berbahaya beracun, seperti penggunaan obat tetes yang sangat berbahaya.

“Untuk menjaga produktivitas padi, gunakan pupuk organik, lakukan pola Pengendalian Hama Terpadu (PHT), gunakan pestisida agens hayati, dan taburkan benih-benih ikan di sungai dan saluran irigasi,” urainya.

Selain itu, Suwandi mengimbau untuk melarang pembuangan sampah, plastik, enceng gondok, dan pembangunan liar di sepanjang sungai.

“Mari lakukan kerja bakti gotong royong membersihkan saluran irigasi dan jalan usah tani, lestarikan lingkungan dan ekosistem sawah padi, kita wariskan lahan subur bagi generasi mendatang. Ini semua dilakukan dalam kerangka tujuan yang lebih luas.

Sumber:pertanian.go.id

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.